Rabu, 19 Februari 2014

Jumat, 14 Februari 2014

Sabar

Setiap orang pastilah pernah dilanda kesedihan ataupun dikaruniai nikmar oleh Allah SWT. Ada hadits menarik yang ingin saya tulis di sini yang boleh jadi akan menjadi “obat” bagi para pembaca yang galau dan semoga menjadi “obat” bagi para pembaca yang sedang mendapat nikmat dari Allah agar tidak lupa diri dan tetap bersyukur kepada Allah SWT. Sebelum saya lanjutkan haruslah dipahami wahai para pembaca yang budiman, bahwa segala ujian maupun cobaan yang menimpa kita, maka itulah yang terbaik apabila kita bersyukur terhadap nikmat-Nya dan bersabar atas cobaan-Nya. Sesungguhnya Rasulullah SAW. bersabda
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
“Sungguh unik perkaranya orang mukmin, sesungguhnya seluruh perkaranya baik, dan itu tidaklah dimiliki kecuali oleh orang mukmin. Apabila ia diberi nikmat, ia bersyukur, dan ini baik baginya dan apabila ditimpa musibah, dia bersabar, dan ini baik pula baginya.” (HR. Muslim)
            Saudaraku sekalian yang semoga selalu dalam limpahan rahmat-Nya. Hadits di atas menunjukkan kepada kita bahwa segalah hal yang menimpa kita, orang – orang mukmin itu pada dasarnya adalah baik. Apabila kita memang mengaku seorang mukmin, maka yakinlah bahwa segala yang menimpa kita adalah baik. Entah itu nikmat ataupun cobaan dari Allah SWT. Hal ini kembali kepada kita untuk menyikapinya seperti apa.
            Khusus pada kesempatan kali ini saya ingin bercerita tentang sabar ini. Orang yang diceritakan ini kita samarkan saja namanya ya. Sebut saja X. Semoga pembaca tetap bisa mengambil pelajaran dari apa yang saya tulis lebih lanjut. Untuk selanjutnya biarkan beliau yang bercerita.
            “Baru tadi pagi saya melihat website integra (website untuk melihat nilai di kampus saya). Mata kuliah yang saya lihat pertama kali adalah “ekonomi *****xxxxx”. Sungguh terkejut hati, karena ternyata saya mendapat nilai D. Kemudian saya lihat mata kuliah yang lain, alhamdulillah tidak ada yang dapat D lagi. Tetapi ada satu mata kuliah yang memiliki beban 4 sks yang saya harus mendapat nilai BC. Hitungan nilai BC ini adalah “lulus”, tetapi karena beban sks-nya besar maka nilai yang diperoleh pada mata kuliah ini sangat menentukan IP (indeks prestasi) yang diperoleh pada semester ini. Ternyata memang, IP saya tidak lebih dari 3,00 . bahkan di bawah itu. Ketika menyadari hal ini, saya bingung dan rasa sedih bercampur benci jadi satu. Sedih karena IP tidak mencapa target dan benci kepada diri sendiri mengapa saya sebelumnya tidak berusaha lebih keras lagi sehingga IP saya dapat lebih baik. Huff.. tetapi tetap saja semua sudah terjadi.
            Sebenarnya tidak boleh juga saya seperti ini. Mengingat Allah juga mengaruniakan nilai yang baik di mata kuliah yang lain. Dan harusnya saya juga bersyukur hanya satu mata kuliah yang dapat D. Ya, benar. Sebagai jika memang saya ataupun pembaca benar seorang mukmin, haruslah bersikap seperti yang dijelaskan Rasulullah SAW. di atas.
            Terlepas dari masalah ini, mungkin ini juga teguran dari Allah kepada saya atau kepada kita semua yang merasa mengalami musibah. Seperti yang Allah sebutkan dalam firman-Nya
Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian azhab yang dekat (di dunia) sebelum azhab yang lebih besar (di akhirat), mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. as-Sajdah: 21)
            Bagi saya pribadi mungkin apa yang saya peroleh di semester ini merupakan teguran dari Allah agar lebih keras lagi usahanya di semester depan. Saya bukan munafik, tapi saya hanya ingin belajar untuk bersabar. Jika kalian bertanya apakah saya tidak sedih? Tentu saya pun sedih para pembaca. Tetapi bukan berarti harus meratapi dan berlarut – larut dalam kesedihan itu bukan? Yah, semoga saja kita diberi kelapangan dan kekuatan untuk bisa bersabar ketika mendapatkan musibah ataupun cobaan. Sebaliknya, smoga saja kita tidak lupa diri dan sombong , ataupun membanga – banggakan diri apabila kita mendapat nikmat dari-Nya. Karena sesungguhnya tiadalah suatu kejadian menimpa kita melainkan itu terjadi dengan izin Allah SWT.”

Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS. al-Hadid: 22-23)

Kemudahan dalam Bersedekah

Kali ini kita akan membahas tentang sedekah. Di dalam Al Qur’an surat
Al Baqarah ayat 148 Allah SWT berfirman “....Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.“
            Setelah ayat ini turun, para sahabat yang memiliki keadaan ekonomi yang rendah mengadu kepada Rasulullah SAW, mereka iri kepada para sahabat yang memiliki harta yang berlebih karena mereka menjadi tidak bisa bersedekah dan berbuat baik. Menanggapi aduan para sahabat itu Rasulullah SAW pun bersabda, “bukankah tasbih, tahmid, dan tahlil kalian adalah sedekah?” adapun hadits lengkapnya adalah sebagai berikut Sekelompok orang Sahabat Rasulullah bertanya kepada beiau, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya itu bias pergi dengan membawa pahala. Mereka shalat sebagaimana kai shalat, mereka berpuasa sebagaimana kami juga berpuasa. Namun mereka bias bersedekah dengan kelebihan harta mereka?” Beliau menjawab, “Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian apa yang bias kalian sedekahkan? Sesungguhnya setiap bacaan tasbih adalah sedekah. Setiap bacaan takbir adalah sedekah. Setiap bacaan tahmid adalah sedekah. Dan Setiap bacaan tahlil adalah sedekah.” [HR Muslim, nomor 1674]
            Pada dasarnya, sedekah itu tidak selalu berurusan dengan yang namanya harta. Menyuruh kepada kebajikan dan mencegah dari kemunkaran itu juga termasuk sedekah. Menebarkan senyum adalah sedekah. Membuang duri atau sesuatu yang mengganggu di jalan itu adalah sedekah. Dan bertutur kata yang baik pun juga adalah sedekah.
            Dari riwayat di atas, kita dapat mengambil dua pelajaran. Pertama adalah dioerbolehkannya iri dalam hal melakukan kebaikan. Sering kali kita iri terhadap orang yang memiliki kelebihan dalam urusan dunia. Tapi, sangat jarang diantara kita yang iri dengan orang yang dapat melakukan kebaikan berlebih. Misalnya, ada orang yang lebih sering peergi ke masjid untuk salat berjama’ah. Kebanyakan orang lebih iri terhadap orang yang sering bepergian ke luar negeri daripada yang sering ke masjid. Di sisi lain, hal ini juga menunjukkan kepada kita tentang kualitas iman para sahabat di zaman Rasul yang begitu kuat.
            Kedua, riwayat di atas juga menunjukkan kepada kita bahwa Islam itu mudah. Islam memberikan alternatif untuk berbuat baik sesuai kemampuan yang kita miliki. Memberikan kepada kita pilihan dalam hal berbuat baik.
            Maka dari itu, marilah kita memperbanyak diri untuk bersedekah. Sedekah tidak harus berupa uang. Bahkan tersenyum dan bermuka manis itu juga termasuk sedekah dan perbuatan yang baik. 
Sumber : kultum solat tarawih di Masjid Istiqomah Banjarbaru


Bijak dalam Memuji

Pujian. Siapa yang tidak senang jika dirinya dipuji? Saya pikir hampir sebagian orang akan senang jika dirinya dipuji. Namun, taukah kalian kawan, bahwa dibalik pujian itu sebenarnya terdapat fitnah yang amat berbahaya? Karena pernah dulu di zaman Rasulullah SAW ada seseorang yang memuji temannya yang ketika itu Rasulullah SAW berada di sampingnya. Maka beliau bersabda “Celaka kamu, kamu telah memenggal leher temanmu, kamu telah memenggal leher temanmu -berulang-ulang-. Kalaupun salah seorang di antara kalian harus memuji temannya maka hendaknya dia mengatakan: Aku mengira dia seperti itu dan Allahlah yang menghisabnya, aku tidak memuji siapapun di hadapan Allah.” (HR. Muslim no. 3000)
    Maksud dari “memenggal leher” itu adalah bahwa hal itu dapat mencelakakan orang yang dipuji. Dalam riwayat lain Rasulullah SAW juga bersabda, dari Al-Miqdad bin Al-Aswad r.a dia berkata,“Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kami untuk menaburkan tanah ke wajah-wajah orang yang berlebihan dalam memuji.” (HR. Muslim no. 3002)
      Dua hadits di atas menunjukkan akan bahayanya sebuah pujian. Mengapa demikian? Karena ketika pujian itu diterima dapat menimbulkan perasaan ‘ujub (berbangga diri) bagi orang yang dipuji. Dari rasa ‘ujub tersebut sangat berpotensi untuk timbul pula rasa tinggi hati, sombong, merasa diri paling benar dan bahkan memandang rendah orang lain. Intinya akan berdampak buruk lah.
      Itulah tadi penjelasan terkait larangan memuji. Sebenarnya bukan tidak boleh, hanya saja dikhawatirkan akan menyebabkan hal yang tidak baik kepada orang yang dipuji apabila kita memuji orang lain seperti yang saya tulis di atas. Terlebih – lebih jika pujian itu diberikan secara berlebihan.
      Ada saran yang bagus dari Tere Liye terkait memuji orang lain. Kalau kata Tere Liye, apabila kita ingin memuji seseorang dapat kita lakukan dengan dua hal, yaitu dengan menceritakan kebaikan atau kisahnya tanpa orang yang bersangkutan tau dan mendoakan orang yang ingin dipujinya (mengganti pujian dengan doa). Misalnya saja, ketika kita mendapati ada seseorang yang menolong nenek menyebrang jalan, maka kita dapat menceritakan perbuatannya itu kepada orang lain dengan harapan agar orang yang kita ceritakan tersebut mendapat pelajaran sehingga dapat meneladani perbuatan orang yang menolong nenek tadi. Setelah itu, dapat pula kita tambahkan dengan doa agar dia diberikan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT dan juga agar kita dapat meneladani perbuatan baiknya.
      Demikianlah sedikit tulisan saya terkait tindakan kita dalam memuji orang lain. Maka dari itu yuk kita bersikap bijak dalam memuji. Jangan berlebihan. Karena sesuatu yang berlebihan itu juga tidak baik bukan? Semoga saja ini tidak berakhir dalam bentuk tulisan ataupun bacaan bagi kita semua, tetapi dapat kita praktikkan terlebih – lebih bagi diri saya pribadi. Semoga bermanfaat. Amin


NB: Artikel ini terinspirasi dari salah satu postingan di socmed

Jumat, 07 Februari 2014

Al Qur’an Bacaan Seorang Muslim

Surabaya, 11 November 2013


Dulu, ketika teknologi informasi belum maju seperti sekarang orang – orang menggunakan surat dalam berkomunikasi. Begitu pula dalam melakukan proses melamar. Ketika seorang laki – laki mendapat surat balasan terkait lamaran yang dia ajukan kepada seorang wanita , maka surat itu dibaca beberapa kali. Padahal isinya juga sana saja. Tetapi mengapa ketika surat Allah yang menciotakan calon istri kita itu jarang kita baca bahkan mungkin hanya satu tahun sekali? Maka dari itu, kita harus hijrah. Tinggalkan kebiasaan yang ada.
Dalam surat Ali Imran ayat 31 Allah mengatakan bahwa jika kita mencintai Allah dan Rasul-NYA niscaya Allah akan mencintai kita dan mengampuni dosa – dosa kita. Lantas, muncul sebuah pertanyaan. Bagaimana kita dapat mencintai Allah? Jawabannya sederhana, bacalah Al Qur’an. Dengan membaca Al Qur’an kita akan mengenal Allah, dan semakin kita mengenal Allah maka kita pun akan semakin mencintai-NYA.
Rasulullah SAW suka membaca Al Qur’an,maka jika kita mencintai Rasul kita harus membaca Al Qur’an juga. Jangan malah membaca syair – syair yang tidak jelas asal muasalnya. Bukan berarti jika kita mencintai Beliau maka kita harus membaca syair mengenai Beliau. Tetapi yang kita lakukan adalah mengerjakan apa yang Beliau sukai.
Apabila kita mengaku cinta kepada Rasul tetapi kita tidak mencintai Beliau , itu adalah cinta palsu. Maka dari itu, masa silam yang telah berlalu ya biarlah sudah. Kita harus hijrah. Hijrah dari yang asalnya kita jarang sekali membaca Al Qur’an, dengan mencoba membiasakan diri membacanya.
Hijrah yang tidak sulit asalkan kita mau adalah dengan membaca Al Qur’an. Bacalah Al Qur’an dan terjemahnya, maka akan membawa kita pada kecerdasan. Jangan sampai kita suka mengikuti suatu perbuatan tanpa mengkritisinya terlebih dahulu. Misalnya saja, dalam hal pembacaan do’a yang menjadi kebiasaan di masyarakat kita pembacaannya sampai diserahkan kepada imam. Tetapi ketika imam tersebut ditanya terkait arti do’a tersebut maka jawab Beliau adalah tidak tau. Beliau mengatakan bahwa hal itu didapat secara turun – temurun.

Maka dari itu, jika kita memang ingin hijrah minimal 1 kali dalam 1 tahun kita khatamkan Al Qur’an beserta terjemahannya. Apabila kita lakukan, maka akan timbul ketenangan hati dan kegembiraan ketika membacanya. Jangan sampai kita malas berpikir, mengikuti kebiasaan yang ada. Segala tradisi yang ada di lingkungan kita periksa kembali apakah memang sesuai dengan Al Qur;an dan sunnah Rasul. Marilah kita menjadi muslim yang baik. Hijrah, kebiasaan lama yang buruk itu kita tinggalkan. Termasuk juga kebiasaan jarang membaca Al Qur’an.