Selasa, 03 Oktober 2017

Kisah Lukmanul Hakim

Kisah yang saya tulis ini bersumber dari rekaman ceramah dari salah satu masjid. Tentunya dalam penulisannya ada kurang dan lebihnya, tidak sama persis. Mudah – mudahan hal itu tidak mengurangi manfaat yang dapat diambil dari kisah ini.  Untuk sumber jelasnya sendiri saya tidak tau persis, beliau (penceramah) mengambil dari kitab apa. Saya hanya mengetahui bahwa cerita ini diambil dari manaqib (biografi).

Para ulama salaf sendiri berbeda pendapat mengenai Lukmanul Hakim, apakah dia seorang nabi ataukah hamba yang soleh. Tetapi, pendapat yang lebih kuat adalah Lukmanul Hakim seorang hamba soleh yang tidak diberikan gelar kenabian.

Kedudukan dan Fisik Lukmanul Hakim
Mengutip riwayat dari Ibnu ‘abbas , Lukman adalah hamba sahaya yang berasal dari negeri Habsyah yang pekerjaannya seorag tukang kayu. Pada zaman dahulu, kebanyakan hamba sahaya dikenalknya memiliki kulit yang hitam. Berkaca dari kedudukan Beliau (Lukman), Beliau bukanlah orang yang terpandang di hadapan manusia.
Riwayat lain dari Jabir mengatakan Lukman laki-laki yang pendek dan hidung agak sedikit pesek. Peseknya hidung Lukman disesbabkan kecelakaan, namun tidak dijelaskan secara detail sebab kecelakaannya seperti apa.
Riwayat lain dari  Zaid bin Nuzaib mengatakan Beliau  berasal dari Sudan, memiliki bibir yang agak tebal.
3 riwayat tadi menunjukkan kondisi fisik dan kedudukan Lukman yang biasa – biasa saja. Namun, seperti kata Zaid bin Nuzaib, Beliau diberikan Allah hikmah,yaitu kalimat yang keluar dari lisan Beliau akan sangat membekas bagi pendengarnya. Hal ini dikarenakan ketaqwaan Beliau. Apabila bertaqwa, maka setiap perkataan akan membekas.

Lukman dan Majikannya
Imam ibnu Jarir, seorang ulama ahli tafsir pada salafus salih menceritakan suatu hari tuannya memerintahkan Lukman untuk menyembelih seekor kambing. Setelah itu, tuannya berkata “wahai lukman, coba keluarkan dua jenis daging yg paling bagus.” (Bagus di sini berarti baik, enak rasanya, dsb.). Lalu Lukman mengeluarkan daging yang berasal dari lidah dan hati.  Tidak berapa lama kemudian ada lagi kambing yang lain , dan Lukman diperintahkan untuk menyembelihnya lagi. Lalu disembelihlah oleh Lukman. Tuannya berkata lagi “wahai Lukman, coba kamu keluarkan dua daging yang paling jelek.” (kalau bahasa kita yaitu yang paling tidak enak). Lalu lukman mengambil lidah dan hati. Lalu tuannya bingung dan heran . “wahai lukman, aku tadi mememrintah kan kepada engkau utnuk memilih dua dging yang paling bagus, maka engkau mengambilkan lidah dan hati. Dan aku pun perintahkan kepada engkau untuk mengambil dua daging yang paling jelak, yang buruk, maka engkau pun juga mengambilkan lidah dan hati.“
Lalu Lukman menjawab, “sesungguhnya tidak ada satupun yang memberikan pengaruh bagi jasad ini melainkan kedua hal itu. Artinya yang kedua macam ini, kedua anggota badan ini sangat berpengaruh bagi jiwa, jasad seseorang. Kalau keduanya ini bagus, maka bagus pula jasad kita. Kalau hati dan lisan kita bagus, maka itu akan berimbas pada perbuatan kita, otak, telinga dsb.

Sesunguhnya Nabi Muhammad SAW pernah bersabda “ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati” (HR. Bukhari dan Muslim).
Inilah yang dimaksud Lukman . Apabila seseorang memiliki hati dan lisan yang baik, maka hal itu akan berimbas pada seluruh badan kita. Begitu pula jika daging itu rusak, jelek dsb. maka akan nerimbas pada seluruh jasad kita.

Lukman dan Kalimatnya yang Berpengaruh
Ada seseorang bertanya kepada Lukman “kenapa Anda bisa seperti ini?kalimat yang Anda keluarkan sangat berpengaruh dan berbekas?”
Lukman berkata “karena aku ini menundukkan pandanganku dari apa apa yang diharamkan oleh Allah SWT. Dan karena aku menahan lisanku dari sesuatu yang dilarang Allah SWT.
 Karena aku sangat memelihara makananku
Karna aku menjaga kemaluanku
Karena aku ini berkata jujur
Dan karena aku ini menjaga janji, menepati janji. Apabila berjanji maka pasti aku tepati.
Dan karena aku ini senantiasa menjamu, menghormati tamuku. Tidak menyakiti satu pun.
Menjaga tetanggaku (tidak menyakiti, tidak berbuat usil, tidak mengganggu.
Dan aku senantiasa meninggalkan perbuatan yang sia – sia, yang tidak meninggalkan manfaat sedikitpun.

Dan iniliah yang membuat engkau, membuat diriku sebagaimana engkau lihat.” 

0 komentar:

Posting Komentar